Tuesday, October 31, 2006

Menyikapi Kesalahan


Salah satu yang harus dilakukan agar seseorang terampil bening hati
adalah kemampuan menyikapi ketika orang lain berbuat salah. Sebab, istri
kita akan berbuat salah, anak kita akan berbuat salah, tetangga kita akan
berbuat salah, teman kantor kita akan berbuat salah, atasan di kantor kita
akan berbuat salah karena memang mereka bukan malaikat.
Namun sebenarnya yang jadi masalah bukan hanya kesalahannya, yang jadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi kesalahan orang lain.

Sebetulnya sederhana sekali tekniknya, tekniknya adalah tanya pada
diri, apa sih yang paling diinginkan dari sikap orang lain pada diri kita
ketika kita berbuat salah ?! Kita sangat berharap agar orang lain tidak
murka kepada kita. Kita berharap agar orang lain bisa memberitahu
kesalahan kita dengan cara bijaksana. Kita berharap agar orang lain bisa
bersikap santun dalam menikapi kesalahan kita. Kita sangat tidak ingin
orang lain marah besar atau bahkan mempermalukan kita di depan umum.
Kalaupun hukuman dijatuhkan, kita ingin agar hukuman itu dijatuhkan dengan
adil dan penuh etika. Kita ingin diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.
Kita juga ingin disemangati agar bisa berubah. Nah, kalau
keinginan-keinginan ini ada pada diri kita, mengapa ketika orang lain
berbuat salah, kita malah mencaci maki, menghina, memvonis, memarahi,
bahkan tidak jarang kita mendzalimi ?!

Ah, Sahabat. Seharusnya ketika ada orang lain berbuat salah, apalagi
posisi kita sebagai seorang pemimpin, maka yang harus kita lakukan adalah
dengan bersikap sabar pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar. Artinya,
kalau kita jadi pemimpin, dalam skala apapun, kita harus siap untuk
dikecewakan. Mengapa? Karena yang dipimpin, dalam skala apapun, kita
harus siap untuk dikecewakan. Mengapa ? Karena yang dipimpin kualitas
pribadinya belum tentu sesuai dengan yang memimpin. Maka, seorang pemimpin
yang tidak siap dikecewakan dia tidak akan siap memimpin.

Oleh karena itu, andaikata ada orang melakukan kesalahan, maka sikap
mental kita, pertama, kita harus tanya apakah orang berbuat salah ini tahu
atau tidak bahwa dirinya salah ? Kenapa ada orang yang berbuat salah dan
dia tidak mengerti apakah itu suatu kesalahan atau bukan.
Tata nilai yang berbeda membuat pandangan akan suatu kesalahan pun berbeda. Jadi, kalau ada orang yang berbuat salah, tanya dululah, dia tahu tidak bahwa ini sebuah kesalahan.
Lalu, kalau dia belum tahu kesalahannya, maka kita harus memberi tahu,
bukannya malah memarahi, memaki, dan bahkan mendzalimi. Bagaimana mungkin
kita memarahi orang yang belum tahu bahwa dirinya salah, seperti halnya,
bagaimana mungkin kita memarahi anak kecil yang belum tahu tata nilai
perilaku orang dewasa seumur kita

Maka tahap pertama adalah memberitahu orang yang berbuat salah dari
tidak tahu kesalahannya menjadi tahu dimana letak kesalahan dirinya. Selalu
kita bantu orang lain mengetahui kesalahannya.

Tahap kedua, kita bantu orang tersebut mengetahui jalan keluarnya,
karena ada orang yang tahi itu suatu masalah, tapi dia tidak tahu harus
bagaimana menyelesaikannya? Maka, posisi kita adalah membantu orang yang
berbuat salah mengetahui jalan keluarnya.

Dan tahap yang ketiga adalah membantu orang yang berbuat salah agar
tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya. Ini lebih
menyelesaikan masalah daripada mencaci, memaki, menghina, dan mempermalukan.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home